عن أبي رقية تميم بن أوس الداري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : الدين النصيحة, قلنا لمن؟ قال لله و لكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين و عامتهم
“Dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus ad Dariy -semoga Alloh meridhai beliau- bahwasanya Nabi Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Agama itu nasehat”. Kami mengatakan : “Untuk siapa wahai Nabi,.?”, beliau menjawab : “Untuk Alloh, untuk kitab-kitabnya, untuk Rasulnya, untuk pemimpin kaum Muslimin, serta orang awam di kalangan mereka.”
“Dari Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus ad Dariy -semoga Alloh meridhai beliau- bahwasanya Nabi Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Agama itu nasehat”. Kami mengatakan : “Untuk siapa wahai Nabi,.?”, beliau menjawab : “Untuk Alloh, untuk kitab-kitabnya, untuk Rasulnya, untuk pemimpin kaum Muslimin, serta orang awam di kalangan mereka.”
Takhrij
Hadits
Hadits diatas berpangkal pada empat sumber, yaitu Tamim bin Aus, Abu
Hurairah, Ibnu Abbas dan Tsauban. Akan tetapi pada hadits Tsauban terdapat parawi
yang bernama Ayub bi Suwaid, dan al Haitsami mengatakan bahwa dia lemah, tidak
dapat di jadikan hujah. Sedangkan yang bersumber dari Tamim bin Aus
(sebagaimana diatas), Imam Ahmad mengeluarkan dalam Musnadnya (4/102
hadits no. 16982), Imam Muslim dalam Shahihnya (1/75 no. 55), Abu Dawud
(4/286 no. 4944), Nasai (7/156 no. 4197), Abu ‘Awanah (1/44 no. 101), Ibnu
Khuzaimah di as Siyasah (3/8 no. 2456), Ibnu Hibban (10/435 no. 4574),
al Baghawi (1/392 no. 2681), Ibnu Qani’ (1/109), Baihaqi di Syu’abul
Iman (4/323 no. 5265), Abu Na’im dalam al
Ma’rifah (1/449 no 1291), juga at Thabarani (2/54 no. 1267) dan Ibnu
‘Asakir (11/54).
Yang bersumber dari Abu Hurairah Imam Turmudzi mengeluarkan dalam Sunannya
(4/324 no. 1926) dan beliau mengatakan tentang hadits ini : Hasan Shahih, Nasai
(7/157 no. 4199), ad Daruqni dalam al Afrad (5/346 no. 5699), Imam Ahmad
dalam Musnadnya (2/297 no. 7941), at Thabarani di dalam al Ausath
(4/122 no. 3769).
Adapun yang bersumber dari Ibnu Abbas, Imam Ahmad mengeluarkan dalam Musnadnya
(1/351 no. 3281), at Thabarani (11/108 no. 11198), Abu Ya’la (4/259 no. 2372),
dan al Bazar sebagaimana di dalam Kasyful Astar (1/49 no. 61). (Jaami’ul
Ahadits li as Suyuty 7/260 Maktabah Syamilah)
Syarah
Terkadang banyak orang salah mengartikan kata “cinta” terhadap orang
lain atau saudaranya. Sebagian orang menganggap bahwa kecintaan itu haruslah ia
wujudkan dalam bentuk materi atau memberikannya hadiah yang mahal. Sebagian
lagi menganggap bukti ‘cinta’ kepada saudaranya atau sahabatnya adalah dengan selalu
menemaninya dalam keadaan senang maupun susah. Ini adalah anggapan yang keliru.
Kecintaan yang benar dan dianjurkan di dalam syariat ini adalah dengan memberikan
arahan dan petunjuk kepada saudara atau sahabat kita ke jalan kebenaran dan
hidayah, serta mencegah dari kemaksiatan dan kesesatan dengan memberikan
nasehat. Orang yang memberikan nasehat bagi saudaranya berarti orang tersebut
mencintai saudaranya dalam kebaikan, serta membenci apabila saudaranya tersebut
terjatuh kedalam kemaksiatan dan dosa. Inilah makna ‘cinta’ yang hakiki dalam
pandangan syariat.
Secara bahasa nasehat adalah memurnikan, dikatakan :
نصحت العسل إذا أخلصته من الشمع
“Aku menasehati madu
apabila aku telah memurnikannya dari kotoran.”
Maka makna ‘nasehat’
di sini adalah memurnikan atau membersihkan. Khattabi mengatakan : “Nasehat adalah sebuah kalimat
yang dengannya dimaksudkan sebuah kebaikan untuk orang yang di nasehati,.” (lihat
Aunul Ma’bud 10/475 Maktabah Syamilah)
“Agama itu nasehat”, kalimat ini merupakan ‘jawami’ul
kalim’, yaitu sebuah kalimat yang ringkas namun sarat akan makna. Karena
dengan kalimat yang ringkas ini bisa mewakili seluruh apa yang di perintahkan
Alloh dan RasulNya.
Adapun makna “Nasehat bagi Alloh” adalah dengan meyakini akan ke
Esa-anNya dan memurnikan niat di dalam beribadah hanya kepadaNya. Bisa juga
didalam merealisasikannya seseorang senantiasa mengingat Alloh di dalam setiap
keadaan, dengan hati, lisan serta anggota badannya.
“Nasehat bagi kitabNya”, ini mencakup seluruh kitab yang pernah Alloh turunkan ke dunia, yaitu
dengan membenarkan setiap apa yang di kabarkan di dalamnya. Akan tetapi Al
Qur’an sebagai kitab terakhir yang Alloh turunkan dan sebagai penyempurna
kitab-kitab terdahulu inilah yang wajib kita amalkan dan kita jalankan setiap
perintah yang ada di dalamnya. Nasehat bagi kitab Alloh bisa juga dengan
membelanya dari setiap upaya penyimpangan yang di lakukan oleh musuh-musuh
Islam terhadap ayat-ayat yang terdapat di dalamnya, sebagaimana banyak terjadi
akhir-akhir ini.
Kita juga wajib mengimani bahwasannya Alloh berkata dengan Al Qur’an ini
perkataan yang hakiki baik setiap huruf dan maknanya, semua adalah perkataan
Alloh.
“Nasehat bagi RasulNya”, ini mencakup beberapa hal, pertama keimanan yang sempurna
terhadap risalahnya dan bahwasannya Alloh Ta’ala mengutusnya untuk seluruh
umat, baik kepada jin maupun manusia. Kedua membenarkan setiap apa yang yang
di kabarkan oleh beliau. Ketiga pembelaan terhadap syariatnya, dari
segala macam bentuk penyimpangan dan bid’ah yang di ada-adakan. Kelima
penghormatan terhadap sahabat-sahabat beliau dan mencintai mereka. Mereka
adalah generasi terbaik yang pernah ada di muka bumi ini, sebagaimana sabda
Nabi :
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku,
kemudian setelahnya, kemudian setelahnya,.” (HR : Bukhori no. 2509 dalam Al Jami’ as Shahih al
Mukhtashar Tahqiq DR. Musthafa)
Sedangkan “Nasehat bagi pemimpin kaum Muslimin”, di sini terbagi
menjadi dua macam, pertama pemimpin agama, dan kedua adalah
pemimpin kekuasaan. Pemimpin agama adalah para ulama, dikarenakan lewat tangan
merekalah dakwah ini bisa tersampaikan kepada umat. Alloh Ta’ala berfirman
mengenai doa hamba-hambaNya yang shalih :
Dan
orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami
isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS : al Furqan : 74)
Mereka hamba-hamba yang shalih tidaklah meminta supaya
Alloh menjadikan mereka sebagai pemimpin kekuasaan, akan tetapi mereka meminta
supaya Alloh menjadikan mereka imam pemimpin dalam agama. Hamba yang shalih
tidak akan meminta kekuasaan, karena mereka mengetahui bahwa hal tersebut
merupakan sebuah amanah yang berat, dan akan di mintai pertanggung jawaban
ketika bertemu dengan Alloh nantinya.
Nasehat kepada ulama adalah bermulazamah dengan
mereka, menghadiri majelis-majelis ilmu yang mereka dirikan, belajar dari mereka,
serta menghormatinya.
Sedangkan nasehat kepada pemimpin kekuasaan adalah
dengan mencegah mereka dari keburukan-keburukan dengan memberikan nasehat
kepada mereka, serta tidak menyebarkan keburukan itu kepada masyarakat luas.
Nasehat yang kita berikan bisa secara langsung apabila kita mampu melakukannya,
atau melalui cara-cara lain yang baik dan di benarkan syariat, seperti lewat
perantara atau yang lainnya. Hendaknya kita juga mendoakan mereka supaya mereka
bisa memimpin dengan adil dan bijaksana.
Yang terakhir adalah “Nasehat kepada kaum Muslimin
pada umumnya”, mungkin akan timbul pertanyaan pada diri kita, mengapa lebih
di dahulukan nasehat kepada pemimpin dari pada nasehat kepada masyarakat
awam,.? Karena apabila pemimpin itu baik niscaya masyarakat juga akan baik,
itulah mengapa nasehat kepada mereka itu lebih di dahulukan.
Nasehat kepada kaum Muslimin pada umumnya adalah
dengan mencintai mereka sebagaimana kita mencintai diri sendiri, menasehati
mereka dalam kebaikan, serta mengingatkan mereka dari kelalaian dan dosa.
Yang perlu menjadi catatan kita di sini adalah di
dalam menasehati seyogyanya kita lakukan dengan lemah lembut, tidak menyakiti hati serta bukan dengan kekerasan
sehingga mengesankan bahwa Islam adalah agama yang keras dan mengajarkan
kekerasan. Ini karena agama itu nasehat.
*Dalam syarah hadits ini penulis banyak mengambil
faedah dari kitab Syarh Riyadhi as Shalihin min Kalami Sayyidil Mursalin karya
Syaikh al ‘Utsaimin bab Nasehat halaman 674-684 cetakan ke 2 Darul Bashirah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar