Pada edisi bulan
lalu telah ita bahas sekilas mengenai mandi janabah dan tata caranya, adapun
pada edisi kali ini kita masih tetap akan membahas permasalahan yang berkaitan
dengan janabah. Diantara permasalahan tersebut sebagaimana kami uraikan di
bawah ini :
Bolehkan
Seusai Berjima’ Masih Dalam Keadaan Junub Lalu Tidur,.?
Terdapat hadits
yang bisa menjadi jawaban atas hal ini, yaitu hadits yang bersumber dari Abdullah
bin Umar, bahwasanya Umar bin Khatab -semoga Alloh meridhai beliau- bertanya
kepada Nabi :
يا
رسول الله, أيرقد أحدنا و هو جنب,؟ قال : "نعم, إذا توضأ أحدكم فاليرقد".
متفق عليه
“Wahai Rasululloh, apakah salah seorang dari kami boleh tidur
sedangkan dia dalam keadaan Junub,.? Rasululloh menjawab : “Boleh, jika salah
seorang diantara kamu telah berwudhu maka tidurlah.” (Muttafaqun
‘Alaihi)
Berdasarkan
hadits ini maka diperbolehkan seseorang yang dalam keadaan junub menunda untuk
mandi janabah hingga pagi menjelang shalat subuh. Akan tetapi yang lebih utama
jika belum melaksanakan mandi janabah maka disyariatkan untuk berwudhu terlebih
dahulu sebelum tidur. Dari hadits di atas juga kita dapatkan kesimpulan di
makruhkanya seseorang yang junub tidur tanpa berwudhu atau mandi janabah
terlebih dahulu. (Taisirul ‘Allam Syarh ‘Umdatil Ahkam halaman 47 cetakan ke 2
Darul Kutub al Ilmiyah Beirut)
Jika
Seorang Wanita Bermimpi Basah Wajibkah Ia Mandi Janabah,.?
Tidak hanya
laki-laki yang bermimpi basah, akan tetapi kaum wanita pun juga mengalaminya.
Ini sebagaimana keadaan shahabiyah pada masa Nabi yang menanyakan hal ini
kepada beliau Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam, dari Ummu Salamah Istri Nabi
Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam ia berkata :
جَاءَتْ أُمُّ
سُلَيْمٍ بِنْتُ مِلْحَانَ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَحْيِى مِنَ الْحَقِّ فَهَلْ عَلَى
الْمَرْأَةِ تَعْنِى غُسْلاً إِذَا هِىَ رَأَتْ فِى الْمَنَامِ مِثْلَ مَا يَرَى
الرَّجُلُ قَالَ « نَعَمْ إِذَا هِىَ رَأَتِ الْمَاءَ فَلْتَغْتَسِلْ
“Ummu Sulaim binti
Milhan datang menemui Nabi Shalallohu ‘Alaihi wa
Sallam, ia pun lantas berkata : “Wahai Rasululloh, sesungguhnya Alloh tidak lah
malu dari kebenaran, apakah seorang wanita wajib mandi janabah apabila ia
melihat dalam mimpinya sebagaimana yang di lihat laki-laki,.? Nabi pun menjawab
: “Ya, ia wajib mandi jika ia melihat air (mani).” (Muttafaqun
‘Alaihi)
Maka jelas bahwa
seorang wanita apabila bermimpi basah sebagaimana lelaki bermimpi basah ia
wajib mandi janabah berdasarka hadits ini.
Apakah
Air Mani Itu Najis Atau Tidak,.? Adalah Perbedaan Ulama Dalam Hal Ini,.?
Sebelum
kita menjelaskan mengenai najis atau tidaknya air mani, maka kita jelaskan
dahulu bahwa memang terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang
perkara ini. Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa air mani itu najis,
sedangkan Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
serta banyak ulama lain berpendapa bahwa air mani tidak najis. Lalu manakah
diantara dua pendapat ini yang lebih rajih,.? Untuk menjawabnya tentu kita
harus melihat alasan dan dalil yang mereka gunakan.
Hanafiyah dan Malikiyah berdalil dengan hadits-hadits yang menjelaskan perbuatan Aisyah yang membersihkan
mani dari baju Rasululloh Shalallohu ‘Alaihi wa
Sallam ketika hendak di gunakan untuk shalat. Jika air mani yang masih menempel
di baju beliau basah maka ‘Aisyah membersihkanya dengan air, akan tetapi jika
air mani itu kering maka ‘Aisyah membersihkanya hanya dengan mengerik atau
menggosok dengan kukunya. Dan kadang-kadang masih tersisa noda air mani itu
pada baju beliau. Diantara hadits yang mereka gunakan sebagai dalil adalah
hadits ini :
عَنْ عَائِشَةَ
قَالَتْ كُنْتُ أَغْسِلُ الْجَنَابَةَ مِنْ ثَوْبِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه
وسلم - ، فَيَخْرُجُ إِلَى الصَّلاَةِ ، وَإِنَّ بُقَعَ الْمَاءِ فِى ثَوْبِهِ
“Dari ‘Aisyah ia berkata : “Aku membersihkan
(dengan air) sisa air mani yang masih melekat pada baju beliau Shalallohu
‘Alaihi wa Sallam kemudian beliau keluar untuk menunaikan shalat (dengan baju
tersebut), sedangkan sisa air masih nampak pada baju beliau,.” (HR : Bukhari)
Sedang
pada riwayat Imam Muslim :
قَالَتْ كُنْتُ
أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم
“’Aisyah berkata : “Aku mengerik (sisa air mani kering) dari baju
Rasululloh Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam.”
Mereka menyatakan bahwa
hadits mengenai perbuatan ‘Aisyah yang mencukupkan menggosok mani kering dari
baju beliau Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam dan tidak membersihkanya dengan air tidaklah
berarti hal itu menunjukkan sucinya air mani atau tidak najisnya air mani,
alasanya bahwa dalam hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, yaitu hadits :“Apabila
salah seorang diantara kalian menginjak kotoran (najis) dengan kedua sepatunya
atau sandalnya, maka debu (tanah) sudah cukup untuk mensucikanya.” menunjukkan
bahwa untuk membersihkan najis tidak selamanya dengan air, akan tetapi
sebagaimana hadits ini, dalam keadaan tertentu cukup dengan debu. Artinya bahwa
bisa saja air mani itu najis, namun beliau Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam
mencukupkannya hanya dengan menggosok atau mengerik.
Alasan lain adalah sebagaimana di katakan Ibnu Qashar berdasarkan
qiyas, jika air madzi saja termasuk
najis maka demikian juga air mani, dengan illat bahwa keduanya sama-sama
keluar dari tempat kencing, yaitu farji. (lihat Syarhul Bukhari Li Ibni Batthal
/ 1 / 368 Maktabah Syamilah)
Adapun alasan Imam Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, serta beberapa ulama lain
yang menyatakan bahwa air mani itu tidak najis, sebagai berikut :
- Shahihnya hadits mengenai perbuatan ‘Aisyah yang menggosok atau mengerik sisa air mani kering pada baju Nabi Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam dengan kukunya, jika saja air mani itu najis maka tidak cukup hanya dengan menggosok atau mengeriknya.
- Bahwa
air mani merupakan sari pati dan asal manusia, maka tidaklah mungkin asal
manusia itu najis, sedangkan Alloh memuliakan dan mensucikanya.
- Tidak
ada perintah dari nabi Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam agar air mani itu di
bersihkan dengan air atau agar manusia menghindarinya layaknya air
kencing. Jika hal itu merupakan najis maka tentunya ada peringatan dari
nabi agar manusia berhati-hari darinya,
seperti ia berhati-hati dari air kencing.
- Jawaban
berkaitan dengan hadits yang menunjukkan perbuatan ‘Aisyah mencucinya atau
membersihkanya dengan air adalah bahwasanya sikap ‘Aisyah yang
membersihkan air mani itu dengan air tidaklah berarti menunjukkan bahwa
air mani itu najis. Hal itu
sebagaimana membersihkan mukhot (kotoran di dalam hidung) dengan
air, tidak berarti bahwa kotoran di dalam hidung itu najis. (Taisirul ‘Allam Syarh ‘Umdatil Ahkam halaman 47 cetakan
ke 2 Darul Kutub al Ilmiyah Beirut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar