عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مَنِ اتَّبَعَ جِنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا ، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا ، وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا ، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ ، كلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ، ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ ، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ
“Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rosululloh
Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda : barang siapa mengikuti jenazah seorang
mukmin karena keimanan dan mengharap-harap pahala dari Alloh sedangkan sebelumnya
dia menyertainya
bahkan
hingga
dia disholatkan dan selesai dari menguburkanya maka
sesungguhnya dia kembali dengan pahala dua qirat, tiap-tiap qirat semisal gunung uhud, dan barang
siapa mensholati jenazah kamudian kembali sebelum dikuburkan maka sesungguhnya
dia kembali dengan membawa satu qirat”
Takhrij
Hadits sebagaimana lafadz diatas di riwayatkan dari berbagai jalan, diantaranya
dikeluarkan oleh Imam Bukhori / 47, beliau mengatakan “Telah berkata kepadaku
Ahmad bin Abdullah bin Ali al Manjufi, dia berkata telah mengabarkan kepada
kami Ruh, dia berkata telah mengatakan kepada kami ‘Auf dari al Hasan dan
Muhammad,.”. Imam Ahmad / 2 / 430 / 9546, beliau mengatakan “Telah berkata
kepadaku Yahya,.”, dan di Juz 2 / 493 / 10396 beliau mengatakan “Telah berkata
kepadaku Muhammad bin Ja’far, telah berkata kepadaku Ishak yaitu ibnu Yusuf al
Azraq”. Imam Nasa’i di dalam Al Kubro 4 / 77 / 2134 mengatakan “Telah
mengabarkan kepadaku Muhammad bin Basyar, dia mengatakan telah mengatakan
kepadaku Ja’far”, dan di Juz 8 / 120 beliau mengatakan “Telah mengabarkan
kepadaku Abdurrahman bin Muhammad bin Salam dia mengatakan telah mengatakan
kepadaku Ishak yaitu Ibnu Yusuf al Azraq”. Ibnu Hibban / 3080 beliau mengatakan
“Telah mengabarkan kepadaku Umar bin Muhammad al Hamdani dia berkata telah
mengabarkan kepadaku al Hasan bin Khalaf al Wasitiy dia berkata telah
mengatakan kepadaku Ishak al Azraq”. [1]
Syarah
Amalan sebagaimana dalam hadits ini sebenarnya amatlah mudah dan ringan
kita jalankan, serta memiliki pahala yang besar, akan tetapi kadang karena
ketidaktahuan kita lantas kita sering mengabaikanya. Padahal dalam kehidupan
bermasyarakat tak jarang kita memiliki banyak peluang untuk mengamalkannya, dan
di dalamnya terdapat faidah yang besar yang akan berdampak tidak hanya untuk
kehidupan akhirat kita, akan tetapi juga untuk kehidupan bermasyarakat kita di
dunia.
Maksud dari mengikuti jenazah di sini adalah mengantarkannya sampai ke
pemakaman dan selesai di kuburkan. Timbul pertanyaan mengenai manakah yang
lebih utama antara di berjalan di depan jenazah ataukah di belakangnya pada
saat mengantarkan, sementara terdapat riwayat bahwa Nabi, Abu Bakar dan Umar pernah
berjalan di depan jenazah, sebagaimana riwayat berikut :
“Telah berkata kepadaku Yahya dari Malik dari Ibnu Syihab bahwasannya
Rosulullah Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam, Abu Bakar, dan Umar mereka semua
berjalan di depan jenazah, dan dibelakangnya begitu pula Abdullah Ibnu Umar”. [2]
Yang lebih tepat adalah bahwa berjalan di belakang jenazah lebih utama
dari pada berjalan di depannya. Inilah yang menjadi jawaban Ibnu Umar atas
pertanyaan Nafi’ mengenai manakah yang lebih utama tentang kedua hal tadi.
Beliau menjawab :
“Tidakkah engkau lihat
bahwasannya aku berjalan di belakangnya,..” [3]
Padahal beliau sendiri juga di sebutkan dalam hadits diatas bersama-sama
dengan Nabi dan yang lainnya saat mengantarkan jenazah.
Ini jugalah yang menjadi pendapat Syaikh al Albani, beliau mengatakan :
“Akan tetapi yang lebih utama adalah berjalan di belakangnya, dikarenakan hal
inilah yang sesuai dengan perkataan Nabi Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam yaitu ;
“Ikutilah Jenazah,.”. [4]
Beliau juga berdalil dengan
ucapan Ali bin Abi Thalib :
“Berjalan di belakang jenazah lebih utama dari
pada berjalan di depannya , perbandingannya seperti keutamaan orang yang shalat
berjamaah dengan orang yang shalat bersendirian”. [5]
Kemudian
bagi orang yang bisa menshalatkan, mengantarkan sampai ke pemakaman dan
menunggui hingga selesai di kuburkan akan mendapatkan dua qirat. Penjelasan tentang qirot ini
berbeda-beda di dalam berbagai riwayat, di dalam riwayat Ibnu Sirin sebagaimana
hadits ini dijelaskan “semisal uhud”, demikian juga didalam riwayat
Walid bin Abdurrohman. Adapun pada hadits yang diriwayatkan Imam Nasa’i dari
jalur As-Sya’bi “lebih besar dari pada gunung uhud”, juga pada riwayat
Abu Sholih yang diriwayatkan Imam Muslim “yang paling kecil dari keduanya
(qirot) adalah semisal uhud”, dan dari jalur Ubay bin Ka’ab yang
diriwayatkan Ibnu Majah “lebih besar dari pada uhud” [6].
Di dalam riwayat yang lain “Wahai Rosululloh, apa itu dua qirot..?
Rosululloh menjawab : “Seperti dua buah gunung yang besar”. [7]
Ada beberapa hal yang hendaknya kita
perhatikan saat sedang mengantarkan jenazah, diantaranya adalah :
1. Nabi
Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk mempercepat ketika membawa
jenazah ke pemakaman, sebagaimana sabda beliau ;
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam beliau bersabda: “Percepatlah
pengurusan jenazah! Karena, jika jenazah itu baik, maka sudah sepantasnya
kalian mempercepatnya menuju kebaikan. Dan kalau tidak demikian, maka adalah
keburukan yang kalian letakkan dari leher-leher kalian” [8]
2. Nabi
Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam melarang kaum wanita untuk ikut serta dalam
mengiringi jenazah sampai ke pemakaman, hal ini sebagaimana yang
dikabarkan oleh Ummu ‘Athiyah -semoga Alloh meridhoi beliau- beliau mengatakan
;
“Kami dilarang untuk mengiringi jenazah
dan beliau tidak menekankannya atas kami”[9]
Akan tetapi ulama menjelaskan bahwa
pelarangan Nabi Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam masalah ini adalah
pelarangan yang bersifat makruh, bukan pelarangan yang sifatnya haram,
sebagaimana perkataan Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits ini : “Maknanya
adalah Nabi Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam melarang kami dari yang demikian itu
dengan pelarangan yang bersifat makruh, bukan pelarangan yang bersifat haram.” [10]
Al ‘Adzim Abadi setelah menyebutkan hadits ini beliau juga mengatakan : “Ini
menunjukkan bahwasanya pelarangan atas hal itu adalah pelarangan yang bersifat
makruh bukan pelarangan yang bersifat haram.” [11]
Meskipun pelarangan itu bersifat
makruh tidak seyogyanya kita menganggap remeh akan hal tersebut dan mengabaikannya,
dikarenakan Nabi Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kita agar
senantiasa menjauhi apa-apa yang beliau larang dan mengamalkan apa-apa yang
beliau perintahkan sesuai dengan kemampuan, sebagaimana sabda beliau : “Apa
yang aku larang maka hendaklah kalian jauhi dan apa yang aku perintahkan maka
hendaknya kalian lakukan semampu kalian " [12].
Allohu a’lamu bishawab,..
Penulis : Abu Ruqoyyah
[7] . Lihat Talkhisu Ahkamil
Janaiz Syaikh al Albani halaman 38 Maktabah Syamilah
[8] . Shahih Muslim no. 1568 Maktabah Syamilah
[9] . Hadits riwayat Ibnu Majah no. 1577, dan Syaikh al Albani mengatakan
hadits ini Shahih kandungan hukumnya.
[10] . Syarhu an Nawawi ‘Ala Muslim / 3 / 351 Maktabah Syamilah
[11] . Aunul Ma’bud / 7 / 222 Maktabah Syamilah
[12] . Hadits Riwayat Muslim no. 4348
Tidak ada komentar:
Posting Komentar