Oleh : Abu Ruqoyyah Setyo Susilo
Sesungguhnya agama kita
merupakan agama yang mudah, bukan agama yang sulit dan menyulitkan umatnya. Agama
kita tidak pernah memaksakan satu amalan kepada kita yang tidak kita mampui.
Bahkan agama kita senantiasa memberikan kemudahan kepada kita dalam
melaksanakannya. Senantiasa mengedepankan maslahat dan menjauhkan madharat.
Diantara contohnya adalah adanya pensyariatan mengusap “khuf” atau biasa
kita kenal dengan “mengusap dua sepatu”.
Perlu kita ketahui
bahwasanya hadits-hadits mengenai di syariatkanya amalan ini amat banyak,
bahkan mencapai derajat ‘mutawatir’. Hal ini di sepakati pula oleh para ulama.
Oleh karena itu tidaklah menolaknya kecuali golongan syi’ah yang sesat dan
orang-orang jahil yang mengikuti pemahaman mereka.
Al Hasan mengatakan ;
“Telah menceritakan kepadaku enam puluh orang dari kalangan sahabat Nabi
bahwasanya beliau mengusap dua sepatunya.”
Imam Nawawi mengatakan
; “Tidaklah terhitung jumlahnya orang yang meriwayatkan mengenai mengusap dua
sepatu dari kalangan sahabat.”
Ibnul Mubarok
mengatakan ; “Tidak ada ‘khilaf’ (perselisihan) di kalangan para sahabat Nabi
mengenai di syariatkanya mengusap dua sepatu.” [lihat Al Mulakhos Al Fiqh
Syaikh Fauzan 1/36 Darul ‘Aqidah]
Bahkan Ibnu daqiq Al
Ied mengatakan mengenai mengusap dua sepatu ini adalah suatu hal yang sudah
‘masyhur’, sampai-sampai mengamalkanya adalah menjadi pertanda Ahlus Sunnah,
dan meninggalkanya menjadi pertanda Ahlul Bid’ah. [lihat Taisirrul
‘Allam Syar Umdatil Ahkam halaman 38 Syaikh Alu Bassam, Darul Kutub Al
Ilmiyah]
Amalan ini merupakan
keringanan dari syariat, mengerjakanya lebih utama dari pada harus
melepaskan terlebih dahulu sepatu yang di kenakan untuk kemudian membasuh
kaki.
Adapun riwayat-riwayat mengenai
hal ini diantaranya adalah :
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ
حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ
أَبِيهِ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فِى سَفَرٍ ،
فَأَهْوَيْتُ لأَنْزِعَ خُفَّيْهِ فَقَالَ « دَعْهُمَا ، فَإِنِّى أَدْخَلْتُهُمَا
طَاهِرَتَيْنِ » . فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا
“Telah
mengatakan kepada kami Abu Nu’aim ia mengatakan telah mengatakan kepada kami
Zakariya dari Amir dari Urwah bin Al Mughiroh dari bapaknya ia mengatakan :
“Aku bersama Nabi Shalallohu ‘alaihi wa Sallam dalam suatu perjalanan, kemudian
aku hendak melepaskan kedua sepatu beliau, beliau lantas mengatakan ; “Biarkanlah
keduanya, karena sesungguhnya aku memasukkan keduanya dalam keadaan suci.” Maka
beliau lantas mengusap keduanya.” (HR : Bukhari)
Syarat-Syaratnya
-
Ketika
memasukan ke dua kakinya ke dalam sepatu dalam keadaan bersih. Dan ini menjadi
syarat mutlak, sebagaimana hadits di atas dan hadits Shafwan yang bunyinya :
أمرنا أن نمسح ، على الخفين إذا نحن أدخلناهما على طهر
“Kami di perintahkan untuk mengusap dua sepatu apabila kami
memasukkan keduanya (kaki) dalam keadaan suci.” (HR : Ahmad)
Hadits di atas jelas menjadikan kebersihan dan kesucian kaki pada
saat memasukkanya ke dalam sepatu itu menjadi syarat di perbolehkanya
mengusap dua sepatu.
-
Sepatu
yang di gunakan adalah sepatu yang mubah, bukan sepatu yang di beli dari uang
yang haram atau hasil dari ‘ghasab’ (memakai tanpa izin), atau pula berasal
dari sutera (jika di pakai laki-laki).
-
Di
syaratkan pula sepatu yang dipakai menutupi seluruh bagian yang harus di basuh,yaitu
mulai dari ujung kaki sampai mata kaki.
Bolehkah
mengusap selain sepatu namun dapat menggantikan menggantikan sepatu fungsinya
(menutupu bagian yang di basuh), seperti kaos kaki yang tebal,..??
Jawabanya ;
Boleh mengusap sesuatu yang bisa menggantikan peran sepatu, seperti mengusap
kaos kaki yang tebal, yang di pakai pada saat musim dingin. Syaikh Al Fauzan
mengatakan : “Boleh juga mengusap apa yang bisa menggantikan peran sepatu, maka
termasuk diantaranya boleh mengusap kaos kaki yang tebal yang menutupi kaki,
yang terbuat dari bulu atau yang lainya. Di karenakan Nabi Shalallohu ‘alaihi
wa Sallam mengusap di atas kaos kaki dan terompah beliau, hal ini sebagaimana
di riwayatkan oleh Ahmad dan yang lainya dan di shahihkan oleh Imam Tirmidzi.”
[Al
Mulakhos Al Fiqh Syaikh Fauzan 1/38 Darul ‘Aqidah]
Sifat Dan Tata-caranya
Adalah
dengan membasahi jari-jari kedua tangan dengan air, kemudian meletakkan
jari-jari tersebut di atas jari-jari kedua kaki, lalu di usapkan ke arah betis.
Mengusap kaki kanan dengan tangan kanan dan mengusap kaki kiri dengan tangan
kiri. Tidak perlu ada pengulangan. [lihat Al Mulakhos Al
Fiqh
Syaikh Fauzan 1/40 Darul ‘Aqidah]
Mengenai Waktunya
Mengusap dua sepatu
bagi seorang yang mukim maka selama sehari semalam, dan bagi musafir adalah
tiga hari dua malam. Hal ini sebagaimana hadits Shafwan bin ‘Assal berikut :
ليمسح أحدكم إذا كان
مسافرا على خفيه إذا أدخلهما طاهرتين ثلاثة أيام و لياليهن و ليمسح
المقيم يوما و ليلة
“Hendaknya
apabila salah seorang diantara kalian sedang dalam keadaan safar mengusap di
atas sepatunya apabila ia ketika memasukkanya dalam keadaan suci selama tiga
hari dua malam, dan bagi orang yang mukim selama sehari semalam.” (HR
: Baihaqi, dan di shahihkan oleh syaikh Al Albani dalam Silsilah Shahihah)
Setelah
masa tersebut maka kita harus melepaskanya untuk di cuci. Adapun mengenai kapan
di mulainya maka di sini ulama berbeda pendapat. Pendapat yang pertama
hitunganya di mulai dari semenjak berhadats setelah memakai sepatu. Sedangkan
pendapat yang ke dua hitunganya di mulai semenjak mengusap setelah memakai
sepatu. [Fatwa syaikh Ibnu Jibrin dalam Fatawa Ulama Al Balad Al Harom hal.
639]
Demikian
juga ulama berbeda pendapat mengenai apakah melepas sepatu ketika harus
membersihkanya setelah habis masanya dapat membatalkan wudhunya,.? Pendapat
yang pertama membatalkan wudhu. Ini merupakan pendapat dari Al Auzai,
Ishak, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad dari salah satu pendapat keduanya. Dan pendapat
ke dua tidak membatalkan wudhu dan cukup membersihkan kedua kaki saja. Pendapat
yang ke dua ini merupakan pendapat dari Abu Hanifah, dan ‘qoul akhir’
(perkataan yang terakhir) dari Imam Syafi’I, dan salah satu riwayat lain dari
Imam Ahmad. Demikian juga Ibnu Hazm, di karenakan pada asalnya adalah sudah
dalam keadaan berwudhu, oleh karenanya hukumnya tetap dalam keadaan semula. Dan
inilah pendapat yang lebih kuat. [Fatwa Lajnah Dhaimah dalam dalam Fatawa
Ulama Al Balad Al Harom hal. 638-639]
Masuk
Dalam Bab Aqidah
Berbeda
dengan kebanyakan perkara fiqih lainya, perkara mengusap dua sepatu ini juga
masuk dalam konteks aqidah, sebagaimana pula di katakan oleh syaikh Nashir Ibnu
Abdil Karim dalam Syaroh Thohawiyah. Mengapa demikian,.?
Jawabanya
adalah : Di karenakan di sini tampak sekali bahwa akal itu wajib tunduk
terhadap syariat. Kita lihat dalam mengusap dua sepatu, bagian yang
sebenarnya kotor adalah bagian bawah sepatu, namun syariat memerintahkan agar
bagian yang di usap adalah bagian atas sepatu. Padahal secara akal seharusnya
bagian bawahlah yang kita usap karena tempat tersebut yang paling banyak
berpeluang terkena kotoran atau najis,.?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar