
Di dalamnya terdapat
faidah-faidah yang banyak, diantaranya berupa kebersihan, kesehatan, wanginya
mulut, mengikuti sunnah Nabi, dan juga yang terpenting adalah mendapatkan
pahala dari Alloh Ta’ala.
Para ulama
memasukkannya pada bab thaharah (bersuci) di karenakan bersiwak termasuk
sunnah wudhu. Yang artinya, apabila hal itu kita lakukan maka akan lebih
menyempurnakan wudhu kita.
Yang mungkin tidak kita
ketahui adalah ternyata beliau Shalallohu ‘alaihi wa Sallam amat memperhatikan
amalan ini. Oleh karenanya kita dapatkan banyak hadits yang menceritakan amalan
beliau yang satu ini.
Dari Hudzaifah bin Al
Yaman beliau mengatakan :
عنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ يَشُوْسُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ
“Dari Hudzaifah bin Al
Yaman beliau mengatakan : “Rasululloh Shalallohu ‘alaihi wa Sallam apabila
bangun malam Beliau mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak,.”. (HR
: Bukhari)
Karena kecintaan beliau terhadap kebersihan
dan tidak sukanya beliau pada bau yang tidak sedap, oleh karenannya ketika
beliau bangun dari tidur malamnya yang panjang yang mana di situ dapat di
pastikan berubahnya bau mulut menjadi tidak sedap, beliau bersiwak untuk
menghilangkan bau tersebut.
Ketika bersiwak pun
beliau melakukannya secara sungguh-sungguh, sebagaimana di ceritakan oleh Abu
Musa Al Asy’ari -semoga Alloh meridhai beliau-, beliau menceritakan :
أتَيْتُ النَّبِيَّ وَهُوَ يَسْتَاكُ بِسِوَاكٍ رَطْبٍ قَالَ
وَطَرْفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ وَهُوَ يَقُوْلُ أُعْ أُعْ وَالسِّوَاكُ فِيْ
فِيْهِ كَأَنَّهُ يَتَهَوَّعُ
"Aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam dan dia sedang bersiwak dengan siwak yang basah. Dan ujung siwak pada
lidahnya dan dia sambil berkata “Uh- uh”. Dan siwak berada pada mulutnya
seakan-akan beliau muntah". (HR :
Bukhori, Muslim)
Oleh karenanya hadits ini dapat kita jadikan
dalil di syariatkanya bersiwak dengan sungguh-sungguh atau berlebih-lebihan,
kecuali pada saat berpuasa.
Jika saja bersiwak tidak membebani umat ini,
niscaya beliau mewajibkanya atas kita. Beliau bersabda :
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلىَ أُمَّتِي َلأَمَرْتُهُمْ
باِلسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَّلاَةٍ
“Kalau bukan karena akan memberatkan umatku maka
akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan sholat”. (HR :
Bukhari, Muslim)
Beliau senantiasa
bersiwak sepanjang hayat, bahkan hal itu pun di lakukan menjelang akhir hayat
beliau. Hal itu kita dapatkan sebagaimana pada hadits berikut :
عنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ
الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ
وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي - وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ
يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ
فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ،
فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا
أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ
الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ.
و في لفظ : فرأيته ينظر إليه, و عرفته أنه يحب
السواك فقلت : آخذ لك؟ فأشار برأسه : أن نعم.
“Dari ‘Aisyah berkata : Abdurrohman bin Abu Bakar As-Sidik
menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam bersandar di dadaku. Abdurrohman membawa siwak yang basah yang dia
gunakan untuk bersiwak. Dan Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memandang
siwak tersebut. Maka aku pun lalu mengambil siwak itu dan mematahkannya, lalu
aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rosulullah, maka
beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rosulullah
bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rosulullah selesai dari bersiwak
dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata : “fii ar Rofiiqil A’la”.
Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau wafat.”
Dalam riwayat lain ‘Aisyah berkata :”Aku melihat
Rosulullah memandang siwak tersebut, maka akupun tahu bahwa beliau menyukainya,
lalu aku berkata : ‘Aku ambilkan siwak tersebut untuk engkau?” Maka Rosulullah
mengisyaratkan dengan kepalanya yaitu tanda setuju.” (HR
: Bukhori dan Muslim)
Maka kita dapatkan beberapa faidah dari uraian
kita di atas :
- Kecintaan Nabi Shalallohu ‘alaihi wa Sallam terhadap siwak. Hal ini di tunjukkan sebagaimana hadits ‘Aisyah diatas.
- Bersiwak termasuk sunnahnya wudhu. [lihat Taisirrul ‘Allam Syarh ‘Umdatil Ahkam hal 35 Darul Kutub Al Ilmiyah Beirut]
- Hukumnya adalah sunnah muakkadah, yang hampir sampai pada derajat wajib. Imam Nawawi mengatakan : “Telah sepakat orang-orang yang menganggap penting hal ini (siwak) bahwasannya bersiwak merupakan sunnah muakkadah, dan bukan wajib, kecuali apa yang di ceritakan dari Dawud Addzahiriy bahwasannya ia mewajibkannya ketika shalat”. [lihat http://www.talkhesat.net]
- Disunnahkan melakukannya secara berlebih-lebihan, kecuali pada saat berpuasa.
- Bersiwak memiliki faidah yang banyak dari sisi kebersihan yang akan berdampak pada kesehatan. Diantaranya menjaga kesegaran mulut yang merupakan pintu gerbang bagi perut. Maka apabila mulit itu bersih berarti pula perut itu bersih.
- Mendatangkan keridhaan Alloh Ta’ala. Diriwayatkan dari Imam Tirmidzi dengan sanad hasan dan Imam Bukhari memberikan komentar di dalam Shahihnya, Rasululloh Shalallohu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ
لِلرَّبِّ
“Bersiwak itu dapat mensucikan mulut dan dapat mendatangkan
keridhaan Alloh.”
- Termasuk sunnah fitrah. Sebagaimana di riwayatkan oleh Imam Tirmidzi dengan sanad Hasan :
أربع من سنن المرسلين : الختان و التعطر و السواك و
النكاح
“Empat hal yang termasuk sunnahnya para Rasul : khitan, memakai
wangi-wangian, bersiwak dan menikah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar