
Oleh ; Abu Ruqoyyah Setyo Susilo
Kisah Khidir dan Musa ini di ceritakan oleh Alloh di dalam Al Qur’an, surat Al Kahfi ayat 65-82. Sebagian orang berdalil dengan cerita Khidir di dalam Al Qur’an, surat Al Kahfi ayat 65-82 sebagai pembenar dari keyakinan batil mereka tentang adanya manusia yang boleh keluar dari syariat Nabi -Shalallohu ‘alaihi wa Sallam-, atau bolehnya seseorang keluar dari syariatnya. Mereka mengqiyaskan dengan cerita di dalam ayat-ayat tersebut. Ketahuilah bahwa hal ini merupakan aqidah yang sesat lagi menyesatkan. Hal itu karena beberapa sebab, yaitu ;
- Adanya nas-nas
baik dalam Al Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ bahwa risalah Nabi kita Muhammad
sifatnya global, dan berlaku untuk seluruh umat. Maka tidak boleh
seorangpun keluar dari syariat tersebut. Dari Al Qur’an kita dapatkan
firman Alloh Ta’ala ;
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ
أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira
dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS : Saba’ : 28)
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Katakanlah: "Hai manusia
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai
kerajaan langit dan bumi.” (QS : Al A’raaf : 158)
Adapun dari Sunnah, maka kita
dapatkan sabda beliau ;
كَانَ النَّبِىُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى
النَّاسِ كَافَّةً
“Nabi di utus hanya khusus kepada kaumnya,
sementara aku di utus untuk keseluruhan umat manusia.” (HR : Bukhari, Muslim)
Dan dari ijma’ adalah sebagaimana di katakan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al Furqaan halaman 669
; “Diantara yang wajib di ketahui adalah bahwa Alloh mengutus Muhammad -Shalallohu ‘alaihi wa
Sallam- kpada seluruh umat manusia dan Jin. Maka tidak tersisa satu orang
pun baik dari kalangan manusia maupun jin kecuali wajib atasnya beriman kepada
Muhammad -Shalallohu ‘alaihi wa Sallam- dan mengikutinya. Wajib baginya
membenarkan setiap apa yang beliau kabarkan, mentaati apa yang beliau
perintahkan. Barang siapa yang telah tegak padanya hujjah tentang
risalahnya dan ia tidak beriman dengannya maka ia kafir,.”
- Jika telah gamblang perkara ini, maka dapat kita ketahui bahwa orang yang memiliki keyakinan bahwa ia di berikan kelonggaran untuk keluar dari syariat Muhammad maka berarti ia telah kafir. Dalilnya adalah firman Alloh Ta’ala ;
وَمَنْ يُشَاقِقِ
الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ
الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS : An Nisaa : 158)
- Anggapan bahwa terdapat kelonggaran bolehnya keluar
dari syariat Muhammad dengan dalih cerita Nabi Khidir di atas terbantahkan
dari beberapa sisi ; Pertama ; bahwa Musa -Alaihi As Salaam-
tidak di utus untuk Khidir dan Musa hanya khusus di utus untuk kaumnya
sendiri, yaitu Bani Israil. Dalilnya adalah sabda Nabi pada saat
menceritakan kisah Musa bersama Khidir, beliau mengatakan ;
فَرَأَى رَجُلاً
مُسَجًّى عَلَيْهِ بِثَوْبٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ مُوسَى فَقَالَ لَهُ الْخَضِرُ أَنَّى بِأَرْضِكَ السَّلاَمُ قَالَ
أَنَا مُوسَى. قَالَ مُوسَى بَنِى إِسْرَائِيلَ قَالَ نَعَمْ
‘...lalu Musa melihat seorang laki-laki tidur berselimut kain. Kemudian Musa
mmberikan salam kepada Khidir, lantas Khidir mengatakan ; Bagaimana salam di
Negerimu. Musa menjawab ; Saya Musa. Nabi Khidir lalu berkata ; Musa Bani Israil,.?
Musa menjawab ; Benar. (HR : Muslim , dan
yang lainnya)
Kedua ; kisah Khidir di atas sama sekali tidak menyelisihi
syariat. Bahkan perkara-perkara yang di lakukan hukumnya boleh di lakukan dalam
syariat. Ketika seorang hamba mengetahui sebab-sebabnya sebagaimana Khidir
mengetahui sebab-sebab mengapa ia melakukan perkara-perkara tersebut. Seperti
ketika ia melobangi perahu, menjumpai anak kecil lalu membunuhnya. Oleh
karenanya ketika Khidir menjelaskan kepada Musa mengapa ia melakukannya, Nabi Musa
bisa menerimannya.
Ketiga ; Khidir -Alaihi As Salaam- beliau berada dalam
posisi agama dan syariat yang berbeda dengan agama dan syariat Nabi Musa -Alaihi
As Salaam-. Musa di utus khusus untuk kaumnya Bani Israil dan bukan di utus
untuk seluruh alam semesta. Maka Khidir tidak berada dalam syariat yang sama
dengan Musa. Oleh karenannya tatkala seolah-olah Khidir dalam cerita surat Al
Kahfi ayat 65-82 menyelisihi syariat Musa, karena memang ia bukan termasuk kaum
dari Bani Israil dan ia memiliki agama dan syariat sendiri yang berbeda dengan
agama dan syariat Musa. Sebagaimana kita ketahui bahwa Nabi-Nabi sebelum Nabi
Muhammad hanyalah di utus khusus untuk kaumnya sendiri.
Ke empat ; apa yang di lakukan Khidir
semata-mata karena wahyu yang di wahyukan Alloh kepadanya, bukan karena hawa
nafsunya. Karena membunuh jiwa tidak di perkenankan dalam syariat semata-mata
karena prasangka atau kemauan hawa nafsu. Oleh karenanya kita dapatkan
perkataan Khidir tatkala menjelaskan tentang apa yang beliau lakukan beliau
mengatakan ;
وَمَا
فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي
“,..dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku
sendiri..” (QS : Al Kahfi : 82)
Beliau
mengatakan demikian karena memang apa yang beliau lakukan itu semata-mata
merupakan wahyu dari Alloh. ada pula ayat lain yang menunjukkan demikian, yaitu
;
فَوَجَدَا
عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا
عِلْمًا
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan
yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami” (QS : Al Kahfi : 65)
Yang di
maksud ‘seorang hamba’ pada ayat di atas adalah Khidir. Di situ Alloh
menjelaskan bahwa beliau termasuk hamba yang telah di berikan rahmat dan di
ajarkan padanya ilmu. Maka ini jelas menunjukkan bahwa seluruh apa yang
dilakukan Nabi Khidir sebagaimana di ceritakan oleh Alloh dalam surat Al Kahfi
ayat 65-82 adalah semata-mata berdasarkan wahyu dan ilmu dari Alloh, bukan
karena hawa nafsunya sendiri.
[Maraji’ ; Syarhu Nawaqidhil Islam karya Syaikh
Abu Abdillah Nashir bin Ahmad bin Ali, halaman 128-137, cetakan pertama tahun
2010, terbitan Dar Umar bin Khatab, Mesir]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar