
“Kaf Ha Ya ‘Ain Shad
(1) (Yang dibacakan ini
adalah) penjelasan tentang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya, Zakaria
(2) yaitu tatkala ia
berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut
(3) Ia berkata "Ya
Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban,
dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku
(4) Dan sesungguhnya
aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang
yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,
(5) yang akan mewarisi
aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku,
seorang yang diridhai (6) Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira
kepadamu akan (dikaruniai) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami
belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia
(7)” (QS : Maryam : 1-7)
Ayat-ayat di atas, yaitu awal surat Maryam dari mulai awal
ayat hingga ayat ke sebelas menceritakan tentang Nabi Zakaria. Beliau merupakan
salah seorang Nabi yang agung dari Nabi-Nabi untuk kalangan Bani Israil. Dan
sebagaimana di riwayatkan oleh Imam Muslim beliau adalah seorang tukang kayu
yang makan dari hasil usaha ke dua tangan beliau sendiri. [lihat Al Yasir Fi
Ikhtishari Tafsir Ibni Katsir hal. 1106 Dar Al Hudah Lin Nasyr-Jeddah]
Beliau juga merupakan anak keturunan dari Nabi Sulaiman bin
Dawud -‘alaihi as-salam-, dan beliaulah yang merawat Maryam ibunda dari
Nabi Isa. Maryam binti ‘Imran bin Maataan juga masih merupakan anak keturunan
Nabi Sulaiman. Ibunda Maryam bernama Hannah, yang memiliki saudari
perempuan bernama iisaa’, dan inilah yang menjadi istri Nabi Zakaria
yang juga merupakan bibi dari Maryam. Oleh karenanya Nabi Zakaria lah yang
merawat Maryam karena masih merupakan keponakan dari istrinya. [Al Mukhtashar
Fi Akhbaril Basyar Abul Fadaa. 1/19 Maktabah Syamilah]
Alloh berfirman mengenai hal ini :
Maka Rabb-nya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang
baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Alloh menjadikan Zakaria pemeliharanya
(Maryam).
(QS
: Al-Imran : 37)
Penjelasan Ayat
Awal surat Maryam yang menceritakan mengenai Nabi Zakaria
ini di mulai dengan huruf-huruf muqatta’ah. Mengenai huruf-huruf ini
para ahli tafsir berbeda pendapat. Ada empat pendapat tentang huruf-huruf ini. Pendapat
pertama mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut merupakan huruf-huruf dari
nama-nama Alloh Ta’ala. Seperti huruf “kaf” dari “Al-Karim”, huruf “mim”
dari “Al-Malik” dan seterusnya. Ini merupakan pendapat Sa’id ibnu Jabir
dari Ibnu Abbas.
Pendapat kedua mengatakan bahwa huruf-huruf tersebut merupakan huruf-huruf
‘qosam’ (sumpah) yang Alloh bersumpah denganya, dan juga termasuk dari
nama-nama-Nya. Ini di riwayatkan Ali Bin Abi Thalhah yang juga dari Ibnu Abbas.
Pendapat ke tiga menyatakan bahwa huruf-huruf ini merupakan nama surat.
Yang mendukung pendapat ini diantaranya adalah Al Hasan dan Mujahid.
Sedangkan pendapat yang ke empat mengatakan bahwa
huruf-huruf muqatta’ah ini adalah merupakan salah satu nama dari
nama-nama Al-Qur’an. Ini merupakan pendapat Qatadah. [Zaadul Masiir Ibnul
Jauzi 4/259 Maktabah Syamilah]
Pada ayat-ayat di atas di ceritakan mengenai Nabi Zakaria
yang tatkala itu berdoa kepada Rabb-nya. Beliau berdoa dengan suara yang lembut
dan lirih. Hal ini sebagaimana di ceritakan oleh Al-Qur’an {“yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang
lembut * Ia berkata "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah
lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam
berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku”}.
Mengenai sebab mengapa beliau berdoa dengan cara lirih dan
suara yang lembut seperti itu ada tiga pendapat. Yang pertama adalah
untuk menjauhkan dari riya. Ini adalah pendapat dari Ibnu Juraij. Kedua
beliau melakukan hal itu agar supaya orang-orang tidak mengatakan ; Lihatlah
orang tua ini, ia menginginkan anak sedang umurnya sudah udzur,.! Ini merupakan
pendapat Muqatil. Ketiga hal itu beliau lakukan dengan harapan agar
lebih bisa ikhlas dalam berdoa, dan di kabulkan oleh Alloh di tahun berikutnya.
[An-Naktu Wal ‘Uyun karangan Al Mawardi 3/8 Maktabah Syamilah]
Cara beliau berdoa di atas menunjukkan di sunahkannya berdoa
dengan suara yang lembut dan lirih. Hal ini sebagaimana pula sebuah hadits :
ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ،
إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا
قَرِيبًا وَهْوَ مَعَكُمْ
“Rendahkanlah diri kalian karena kalian tidak menyeru kepada Dzat yang
tuli dan juga bukan Dzat yang jauh. Sesungguhnya kalian menyeru kepada Dzat
yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia bersama dengan kalian.” (HR : Bukhari)
Beliau berdoa kepada Alloh Ta’ala dalam agar di karuniai seorang putra,
sedang pada saat itu usia beliau sudah lanjut. Di jelaskan di ayat tersebut
bahwa keadaan beliau sudah lemah, dan rambut beliau sudah mulai beruban, bahkan
sudah menyebar ke diantara rambut beliau di seluruh kepala.
Doa beliau sebagaimana di sebutkan di dalam ayat di atas adalah ; {“Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku
sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah
aku dari sisi Engkau seorang putera,
*
yang akan mewarisi
aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku,
seorang yang diridhai”}.
Yang di maksud “mawali” dalam doa beliau adalah anak keturunan paman, atau
pengikut beliau sebagaimana di katakan oleh Ibnul Jauzi. Lantas apa yang beliau
khawatirkan sebagaimana beliau ungkapkan dalam doa beliau diatas,.?
Dalam hal ini ada dua
pendapat ;
-
Pendapat pertama
mengatakan
beliau khawatir mereka akan mewarisi warisan beliau, ini sebagaimana di katakan
oleh Ibnu Abbas.
Dalam
pendapat pertama ini seolah-olah beliau merupakan seorang yang kikir dan pelit
sehingga khawatir kerabat beliau akan mewarisi warisan beliau. Maka dalam hal
ini ada dua penjelasan ;
1.
Di karenakan
beliau merupakan seorang Nabi, sedangkan seorang Nabi tidaklah di warisi.
Beliau takut mereka akan mewarisi harta beliau, sedangkan hal itu tidak di
perbolehkan oleh syara’.
2.
Di karenakan
beliau di landa perasaan kebanyakan manusia umumnya, bahwa beliau akan lebih
senang apabila harta beliau di warisi oleh keturunan beliau sendiri.
Setelah
menyebutkan dua alasan di atas Ibnul Jauzi kemudian mengatakan ; “Penjelasan
dari hal ini adalah bahwasanya harus ada yang mewarisi harta beliau, meskipun
pada dasarnya beliau tidak memiliki harta warisan, namun beliau lebih menyukai
apabila anak keturunan beliau sendirilah yang akan mewarisi peninggalan
beliau”.
-
Pendapat ke dua mengatakan bahwasanya
yang beliau khawatirkan adalah mereka akan semakin melalaikan agama dan
mengesampingkanya. Pendapat ini di amini oleh sekelompok ahli tafsir.
Sedangkan Utsman, Said bin Abi Waqhas, Abdullah
Ibnu Amr, Ibnu Jubair, Mujahid dan Ibnu Abi Syuraih (dari Al Kasai) membaca {{خَفَّتْ
dengan makna {قَلَّت} (yang artinya sedikit).
Jika demikian dapat kita ambil pengertian bahwa yang beliau khawatirkan adalah
ilmu dan kenabian beliau tidak akan di warisi, yang pada akhirnya akan hilang.
Itulah yang beliau takutkan. [Zaadul Masiir Ibnul Jauzi 4/260 Maktabah Syamilah]
Yang pada akhirnya Alloh Ta’ala mengabulkanya dengan
memberikan kabar gembira kepada beliau akan anugerah yang akan beliau terima,
yaitu akan lahirnya seorang putera yang kelak akan mewarisi beliau, tidak hanya
dalam masalah harta, namun juga akan mewarisi ilmu dan kenabian beliau. Alloh
berfirman ; {“ Hai
Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (dikaruniai) seorang anak yang namanya Yahya,.”},
ini selaras dengan firman Alloh pada surat Ali Imran ;
“Kemudian Malaikat memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan
shalat di mihrab (ia berkata): "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan
kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari
Allah, menjadi pemipin yang di ikuti, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi
termasuk keturunan orang-orang saleh".
(QS
: Ali Imran : 39)
Kemudian Alloh juga mengabarkan bahwa Yahya sebagai anak
keturunan yang akan beliau dapatkan adalah seorang anak yang istimewa, yang
belum pernah ada yang menyamainya sebelum itu. Sebagaimana firman-Nya ; {“yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang
serupa dengan dia.”}. Maksudnya
adalah belum pernah ada seorang anak pun yang di berikan nama sebagaimana nama
Yahya. Ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah belum pernah ada
seorangpun yang di lahirkan sebagaimana beliau, yaitu dari seorang ibu yang
mandul. [Tafsirul Qur’anil ‘Adzim, Ibnu Katsir 5/214 Dar Thaybah Lin
Nasyr Wa Tauzi’ –qurancomplex.com]
Wallohu a’lam,. [AR]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar