
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ
لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
“Sesungguhnya dusta
atas namaku tidaklah seperti dusta atas nama orang lain, barang siapa yang
berdusta atas namaku maka hendaknya ia menempati tempat duduknya di Neraka.” (HR
: Bukhari, Muslim & lainnya)
Sebagian hadits-hadits
dhaif tersebut diantaranya merupakan hadits populer yang sering kita dengar
dari khatib atau pembicara pada kultum-kultum Ramadhan. Begitu populernya
sehingga kita mengira bahwa hadits tersebut memang hadits yang bisa di jadikan
hujjah.
Berikut kami sebutkan
beberapa hadits lemah yang kadang sebagian tak asing di telinga kita seputar
Ramadhan, beserta sisi kelemahannya ;
Hadits Pertama
انَ النَّبِي صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كان إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ
لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ و بلغنا فِي رَمَضَانَ
“Apabila Nabi Shalallohu ‘alaihi wa Sallam memasuki bulan
Rajab maka beliau mengatakan ; ‘Ya Alloh, bekahilah kami pada bulan Rajab dan
Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Rramadhan.”
Hadits di atas bersumber dari Anas bin Malik, di riwayatkan oleh Thabrani
dan juga Al Bazzar. Di dalam sanadnya terdapat perawi yang bernama Zaidah bin
Abi ar Raqad. Imam Bukhari berkata tentangnya ; ‘Munkarul hadits’, demikian
pula an Nasai dan Ibnu Hibban melemahkannya. Ibnu Hajar juga menjelaskan secara
gamblang bathil-nya hadits ini dalam kitab beliau Tabyinul ‘Ajab Bima
Warada Fi Rajab.
Hadits Kedua
عَنْ سَلْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ ، فَقَالَ :
" أَيُّهَا النَّاسُ ، إِنَّهُ قَدْ
أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ
اللَّهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً ، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا ، مَنْ تَقَرَّبَ
فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ ،
وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا
سِوَاهُ ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ ، وَشَهْرُ
الْمُوَاسَاةِ ، وَشَهْرٌ يُزَادُ فِي رِزْقِ الْمُؤْمِنِ فِيهِ ، مَنْ فَطَّرَ
فِيهِ صَائِمًا كَانَ لَهُ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ
النَّارِ ، وَكَانَ لَهُ مثل أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِهِ
شَيْءٌ " ، قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا
يُفَطِّرُ الصَّائِمَ ؟ قَالَ : " يُعْطِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَذَا
الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى مَذْقَةِ لَبَنٍ أَوْ تَمْرَةٍ أَوْ
شَرْبَةِ مَاءٍ ، وَمَنْ أَشْبَعَ صَائِمًا سَقَاهُ اللَّهُ مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً
لا يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ
وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ ، مَنْ خَفَّفَ فِيهِ
عَنْ مَمْلُوكِهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ ،
وَاسْتَكْثِرُوا فِيهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ : خَصْلَتَانِ تُرْضُونَ بِهِمَا
رَبَّكُمْ ، وَخَصْلَتَانِ لا غِنَاءَ بِكُمْ عَنْهُمَا ، فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ
اللَّتَانِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ : فَشَهَادَةُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا
اللَّهُ وَتَسْتَغْفِرُونَهُ ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لا غِنَاءَ بِكُمْ عَنْهُمَا ،
فَتَسْأَلُونَ اللَّهَ الْجَنَّةَ ، وَتَعُوذُونَ بِهِ مِنَ النَّار
“Dari Salman -semoga Alloh meridhai beliau- beliau
mengatakan ; Rasululloh pernah berkhutbah kepada kami pada akhir bulan Sya’ban,
beliau mengatakan ; ’Wahai manusia, akan datang menaungi kalian bulan yang
agung, bulan yang padanya ada satu malam lebih baik dari seribu bulan. Alloh tetapkan puasa padanya sebagai kewajiban,
dan salat pada malamnya sebagai tathawu (sunnah). Barangsiapa
di
dalamnya mendekatkan diri dengan kebaikkan (yang
sifatnya sunnah), maka
(pahalanya) seperti (pahala) bagi orang yang menunaikan kewajiban pada bulan selainnya. Dan siapa yang menunaikan kewajiban, (pahalanya) seperti orang
yang menunaikan kewajiban sebanyak tujuh puluh kali pada bulan selainnya. Bulan itu adalah bulan kesabaran, dan kesabaran itu
pahalanya adalah surga. Bulan yang penuh dengan kebaikan, bulan yang akan
bertambah rizki seorang mukmin. Barang siapa memberi makan orang yang berpuasa pada bulan itu, maka hal itu merupakan ampunan
bagi dosa-dosanya dan lehernya akan terlepas dari api neraka, dan baginya akan
mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa terkurangi sedikitpun dari pahalanya itu. Para sahabat
bertanya ; Wahai
Rasululloh, tidaklah semua dari kami memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang
berbuka
berpuasa,.? Beliau menjawab ; “Alloh akan memberi
pahala seperti ini kepada orang yang memberi makan orang yang
berbuka
puasa walaupun hanya dengan madzqah (air susu
dicampur),
sebiji kurma ataupun seteguk air. Dan barang siapa yang mengenyangkan orang
yang berpuasa maka Alloh akan memberinya air dari minum telagaku yang dengannya
ia tidak akan merasa haus sampai ia masuk Surga. Bulan itu adalah bulan yang
awalnya penuh rahmat, pertengahannya penuh ampunan dan ahirnya pembebasan dari
neraka. Barang siapa yang di dalamnya memberikan keringanan pada budak yang ia
miliki maka Alloh akan mengampuni dosanya dan membebaskannya dari Neraka.
Perbanyaklah di dalamnya dengan empat tabiat baik ; Dua tabiat baik dengannya
Alloh ridha kepada kalian, dan dua tabiat yang pasti kalian membutuhkannya. Dua
tabiat yang mendatangkan keridhaan Alloh untuk kalian adalah persaksian bahwa
tiada yang berhak di sembah kecuali Alloh dan kalian meminta ampunan
kepada-Nya. Adapun dua tabiat yang kalian pasti membutuhkannya adalah kalian
meminta kepada Alloh Surga dan perlindungan dari Neraka.”
Hadits yang sangat panjang di atas bersumber dari Salman
al Farisi. Hadits ini banyak sekali di sampaikan oleh para khatib dalam
ceramahnya, khususnya pada bulan Ramadhan, dan tentunya kita sudah sering
mendengarnya. Hadits ini juga biasa di sebut dengan hadits Salman al Farisi, di
riwayatkan oleh Al Baihaqi di dalam kitab Fadhailul Auqat. Perlu kita
ketahui bahwa meskipun bisa di bilang bahwa secara makna hadits ini bisa kita
katakan benar, namun sejatinya pada sanadnya terdapat dua perawi yang
menjadikan hadits ini cacat. Yang pertama adalah Ali bin Zaid bin Jud’an, an
Nasai berkata tentang beliau ; ‘Lemah’, Ibnu Khuzaimah mengatakan ; ‘Aku
tidak berhujjah denganya di karenakan buruknya hafalannya’, Abu Zar’ah
mengatakan ; ‘Laisa bil qawiy’, dan Abu Hatim juga mengatakan hal yang
sama ; ‘Laisa bi qasiy’.
Yang kedua adalah Yusuf bin Ziyad, kunyah-nya adalah Abu Abdillah, termasuk thabaqah ke
7. Ia di golongkan sebagai munkarul hadits.
Maka berhujah dengan hadits ini dan menyandarkannya
kepada Rasululloh -Shalallohu ‘alaihi wa Sallam- tidak di benarkan, di
karenakan secara ilmiah hadits ini tidak dapat di pertanggungjawabkan. Bahkan
kita takutkan bisa di golongkan sebagai orang yang berdusta atas nama
Rasululloh -Shalallohu ‘alaihi wa Sallam- hingga mendapatkan ancaman
sebagaimana hadits beliau.
Hadits Ketiga
لَوْ
يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُونَ
رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا
“Jika seandainya umatku mengetahui apa yang
ada pada bulan Ramadhan niscaya akan berharap satu tahun penuh adalah
Ramadhan”.
Hadits ini juga tidak kalah populer dengan hadits
sebelumnya, sering kali kita dengar dari para penceramah di bulan Ramadhan.
Hadits ini di riwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitab beliau ‘Fadhailu
Syahri Ramadhan’, demikian pula Abu Na’im al Ashbahani dalam ‘Ma’rifatu
as Shahabah’, dan Ibnul Jauzi dalam ‘Al Maudhuat Al Kubra’, serta
beberapa ulama hadits lain.
Pada sanad hadits ini ada dua perawi yang membuat hadits
ini tidak bisa di jadikan hujjah. Pertama adalah Nafi’ bin Burdah, ia
di katakan ; ‘majhulul hal’ (keadaanya tidak di ketahui). Kedua
adalah Jarir bin Ayyub, Al Baihaqi mengatakan ; ‘Ia lemah menurut ahli naql
(hadits), An Nasa’i mengatakan ; ‘Matruk’, Ad Daruqtni mengatakan ; ‘Ia
memalsukan hadits’.
Hadits Keempat
اغْزُوا تَغْنَمُوا ، وَصُومُوا تَصِحُّوا
، وَسَافِرُوا تَسْتَغْنُوا
“Berperanglah maka kalian akan mendapatkan
ghanimah, puasalah maka kalian akan sehat, dan bepergianlah maka kalian akan merasa
cukup.”
Hadits ini di keluarkan oleh At Thabrani dalam ‘Al Mu’jam Al Ausath’. Padanya
ada perawi yang bernama Musa bin Zakariya, Ad Daruqtni mengatakan ; ‘Matruk’.
Syaikh al Albani mengatakan hadits ini ‘dhaif’ sebagaimana di dalam
karya beliau ‘Dhaif al Jami’ as Shaghir’.
Sebenarnya masih banyak hadits-hadits dhaif lain ingin kami tuliskan disini, namun karena
adanya keterbatasan maka kami cukupkan empat hadits ini, yang kami anggap
paling populer di sampaikan oleh para khatib atau penceramah pada saat
bulan Ramadhan. Dengan harapan kiranya kita dapat menyampaikan kepada
masyarakat yang belum faham bahwasannya hadits-hadits ini sebenarnya merupakan
hadits-hadits yang lemah dan tidak boleh kita ber-hujjah denganya. Serta
tidak layak pula ucapan ini (hadits ini) kita
sandarkan kepada Nabi -Shalallohu ‘alaihi wa
Sallam- dikarenakan ada ancaman tegas dari
beliau bagi orang yang melakukannya. Wallohu Ta’ala a’lam,...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar