عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ مِقْسَمٍ ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ
، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: اتَّقُوا الظُّلْمَ ، فَإِنَّ
الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ ، فَإِنَّ الشُّحَّ
أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ ،
وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“Dari Ubaidillah bin Miqsam, dari Jabir bin Abdillah, bahwasanya
Nabi Shalallohu ‘alaihi wa Sallam beliau bersabda : “Takutlah kalian dari
berbuat kedhaliman, karena sesungguhnya kedhaliman merupakan kegelapan pada
hari kiamat nanti, dan hati-hatilah kalian dari sifat tamak terhadap harta,
karena sesungguhnya sifat inilah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian,
yang membawa mereka kepada sikap saling menumpahkan darah diantara mereka,
serta menghalalkan hal-hal yang telah di haramkan (oleh Alloh) kepada mereka.”
Takhrij
Hadits
ini di keluarkan oleh Imam Ahmad 3 / 323 (14515) beliau mengatakan : telah
mengatakan kepada kami Abdurrozaq. Dan “Abdun bin Humaid” (1143) mengatakan
telah mengatakan kepada kami Abdul Malik bin Amr. Dan Imam Bukhari dalam Adabul
Mufrad (483) beliau mengatakan : telah
berkata kepada kami Bisyr, ia berkata : telah mengatakan kepada kami Abdullah. Dan
pada hadits (488) beliau mengatakan telah mengatakan kepada kami Abdullah bin
Maslamah. Dan Imam Muslim dalam Shahihnya / 8 / 18 (6668) mengatakan : Telah
berkata kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab. Keempatnya adalah
(Abdurrozaq, Abdul Malik, Abdullah Ibnul Mubarak dan Abdullah bin Maslamah)
dari Dawud bin Qais dari Ubaidillah bin Miqsam, kemudian ia menyebutkannya
(dari Jabir dan seterusnya,..Pent.). (Al Musnad al Jami’ / 9 / 139 Maktabah
Syamilah) Syaikh al Albani menyatakan hadits ini shahih, sebagaimana di dalam Silsilah
Shahihah
Syarah
Nabi
Shalallohu alaihi wa Sallam sebagaimana di dalam hadits ini memperingatkan kita
dari dua hal, yang ke dua hal tersebut dapat menjadi kebinasaan bagi kita,
yaitu sifat dhalim dan tamak terhadap harta.
Asal dari “ad dzulmu” atau kedhaliman adalah menempatkan sesuatu
bukan pada tempatnya. (Mukhtaru as Sihhah, Zainuddin ar Razi / 192 /
www.alwarraq.com)
Bisa juga di maknakan “an naqsu” atau kekurangan, ini sebagaimana
firman Alloh :
كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آَتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ
مِنْهُ شَيْئًا وَفَجَّرْنَا خِلَالَهُمَا نَهَرًا
“Kedua
buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya
sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu”. (QS : Al Kahfi : 33)
Pada ayat di atas kata-kata “dhalim” di maknakan
dengan “berkurang”, sebagaimana pula dalam hadits ini dhalim di maknakan dengan
“an naqsu” atau kekurangan. Maksud kekurangan di sini
adalah mengurangi hak yang semestinya kita berikan kepada orang lain, dan bisa
juga dengan meremehkan kewajiban-kewajiban yang seharusnya ia tunaikan. (Lihat
Syarh Riyadhis Shalihin, Syaikh Utsaimin / 1 / 745 Darul Bashirah)
Berdasarkan pengertian di atas maka kedhaliman itu
terbagi manjadi dua jenis, pertama kedhaliman berkaitan dengan hak-hak
Alloh Ta’ala, dan kedua kedhaliman berkaitan dengan hak-hak manusia atas
kita.
Berkaitan dengan hak-hak Alloh Ta’ala maka kedhaliman
di sini bisa berwujud kesyirikan kepada-Nya, karena yang menjadi hak Alloh atas kita adalah Dia di
tauhidkan dengan tauhid yang murni tanpa di sertai kesyirikan. Coba kita
perhatikan sabda beliau Shalallohu alaihi wa Sallam kepada Mu’adz bin Jabal :
يَا مُعَاذُ أَتَدْرِى مَا حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ . قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ . قَالَ : أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
، أَتَدْرِى مَا حَقُّهُمْ عَلَيْهِ . قَالَ
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ . قَالَ : أَنْ
لاَ يُعَذِّبَهُمْ
“Wahai Mu’adz, apakah engkau mengetahui
apa yang menjadi hak Alloh atas hamba,.?” Mu’adz manjawab : Alloh dan Rasul-Nya
yang lebih mengetahui. Beliau mengatakan : “Yang menjadi hak Alloh atas
hamba-Nya adalah mereka menyembahnya serta tidak menyekutukan dengan sesuatu
apapun, apakah engkau mengetahui apa yang menjadi hak mereka atas Alloh,.? Mu’adz
kembali manjawab : Alloh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Beliau mengatakan
: “Hak mereka adalah Alloh tidak mengadzab mereka.” (HR : Bukhari : 6938, Al Jami’ as Shahih
Mukhtashar, Dar Ibnu Katsir Yamamah-Beirut)
Maka orang yang berbuat syirik kepada
Alloh berarti ia telah berbuat dhalim kepada Alloh, dan itulah kedhaliman yang
paling besar,..! Hal ini sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya kesyirikan itu merupakan
kadhaliman yang paling besar.” (QS : Lukman : 13)
Adapun kedhaliman yang berkaitan dengan hak-hak
orang lain semisal, kita memiliki hutang kepada seseorang dan sebenarnya kita
sudah mampu untuk membayar atau melunasinya akan tetapi tidak kita lunasi
hutang tersebut maka itu merupakan salah satu bentuk kedhaliman. Hal ini berdasarkan sabda Nabi :
مَطْلُ الْغَنِىِّ
ظُلْمٌ ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِىٍّ فَلْيَتْبَعْ
“Penundaan
pembayaran hutang oleh orang-orang yang mampu adalah suatu kedhaliman, maka
jika salah seorang diantara kalian diikutkan kepada orang yang mampu, maka
hendaklah dia mengikutinya”
(HR : Bukhari no. 2166, Al Jami’ as Shahih Mukhtashar, Dar Ibnu Katsir Yamamah-Beirut)
Sabda
beliau Shalallohu alaihi wa Sallam : “Takutlah kalian dari berbuat kedhaliman,.”, maksudnya adalah jangan berbuat dhalim terhadap siapapun, baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain apalagi Alloh Ta’ala. Ini di sebabkan : “kedhaliman merupakan kegelapan pada hari kiamat nanti,.”, yaitu pada hari kiamat nantinya tidak akan ada cahaya
kecuali cahaya dari Alloh Ta’ala bagi orang yang di kehendaki-Nya, sedangkan
bagi selain itu maka tidak akan ada cahaya baginya. Dan seorang Muslim baginya
ada cahaya sesuai dengan kadar keislamanya, apabila dia berbuat dhalim maka
cahaya itu akan berkurang sesuai dengan kadar kedhalimanya. (Lihat Syarh
Riyadhis Shalihin, Syaikh Utsaimin / 1 / 746 Darul Bashirah)
Kemudian
apakah yang di maksud dengan “as Syuhh”,..? Zainuddin ar Razi
menjelaskan bahwa “as syuhh” adalah sifat bakhil disertai ketamakan terhadap
harta. (Mukhtaru as Sihhah, Zainuddin ar Razi / 159 / www.alwarraq.com)
Nabi
Shalallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “,.hati-hatilah kalian dari sifat tamak terhadap harta, karena
sesungguhnya sifat inilah yang menghancurkan orang-orang sebelum kalian,.”, yaitu bahwa sifat bakhil dan tamak terhadap harta inilah yang
menghancurkan orang-orang sebelum kalian, mengapa demikian,.? Karena sifat tamak
dan bakhil terhadap harta ini dapat menjadikan seseorang menghalalkan segala
cara demi mendapatkan harta, ia tidak akan peduli harta yang ia peroleh dari
cara yang halal ataupun haram. Tidak hanya itu, bahkan lebih buruk lagi nabi
menambahkan : bahwa sifat “as syuhh”-ini pula “yang membawa mereka kepada
sikap saling menumpahkan darah diantara mereka, serta menghalalkan hal-hal yang
telah di haramkan (oleh Alloh) kepada mereka.”
Lihatlah
pembaca sekalian, betapa buruk akibat sifat ini,..orang yang punya penyakit ini
tidak segan-segan menumpahkan darah saudaranya demi mendapatkan harta jika
memang itu jalan satu-satunya,..! Na’udzubillah
Berkaitan
dengan hadits ini pula maka Alloh Ta’ala memberikan ancaman kepada pelaku
kedhaliman bahwa tidak akan ada penolong baginya pada hari kiamat nanti,
sebagaimana firman-Nya :
وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“,.dan
tidak ada bagi orang-orang yang dhalim seorang penolong-pun.” (QS
: Ali Imran : 192)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar