
وَتَرَى
الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ
“Dan kamu akan melihat orang-orang yang
berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu.” (QS : Ibrahim : 49)
Alloh juga berfirman :
كَذَٰلِكَ
نَفْعَلُ بِالْمُجْرِمِينَ
“Demikianlah Kami berbuat terhadap
orang-orang yang berdosa.”
(QS : Al Mursalat : 18)
خَالِدِينَ
فِيهِ ۖ وَسَاءَ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حِمْلًا
“mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan
amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat,” (QS : Thaaha : 101)
Oleh karenanya Alloh mewanti-wanti
kita agar sekali-kali tidak mengerjakan perbuatan dosa dan menjauhinya, Dia
berfirman :
وَذَرُوا
ظَاهِرَ الْإِثْمِ وَبَاطِنَهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَكْسِبُونَ الْإِثْمَ
سَيُجْزَوْنَ بِمَا كَانُوا يَقْتَرِفُونَ
“Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan
yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi
pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.” (QS : Al An’aam : 120)
Lalu apakah dosa itu,..??
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa pada
asalnya dosa itu terjadi dari dua perkara. Pertama ‘tarku ma’mur’ (meninggalkan
hal yang di perintahkan oleh Alloh), dan kedua ‘fi’lu mahdzur’ (mengerjakan
perkara yang di larang oleh Alloh). Dua hal inilah yang menimpa bapak moyang dari
manusia dan jin, yaitu Nabi Adam dan Iblis -la’natulloh ‘alaih-.
Nabi Adam yang merupakan bapak
moyang kita umat manusia telah melakukan dosa kepada Alloh Ta’ala dengan
mengerjakan perbuatan yang di larang oleh Alloh. Di kisahkan oleh Alloh :
وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ
وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ
فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ * فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا
مِمَّا كَانَا فِيهِ
“Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu
dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu,.” (QS : Al Baqarah
: 35-36)
Di karenakan Nabi Adam melanggar
larangan Alloh dengan memakan buah yang ada di pohon itu akhirnya di keluarkan
oleh Alloh dari Surga.
Adapun Iblis ia melakukan dosa
kepada Alloh dengan meninggalkan perintah Alloh Ta’ala untuk bersujud (hormat)
kepada Nabi Adam. Alloh kisahkan hal ini dalam firman-Nya :
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ
فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman
kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah
mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir.” (QS : Al Baqarah : 34)
Kedua dosa itu (‘tarku ma’mur’ dan
‘fi’lu mahdzur’) di lihat dari tempatnya maka terbagi menjadi dua. Pertama
adalah dosa yang nampak yang di kerjakan oleh anggota badan, dan kedua adalah
dosa yang tidak nampak yang di kerjakan oleh hati.
Dan secara umum kesemua dosa itu
terbagi menjadi empat macam ; dosa Mulukiyah, dosa syaithaniyah,
dosa sabu’iyah, dan dosa bahimiyah.
Dosa Mulukiyah adalah seseorang mengambil salah
satu sifat dari Rububiyah Alloh Ta’ala, seperti sifat ‘adzamah’ dan ‘kibriya’
(sombong), ‘uluw’ (Maha Tinggi), dan sifat ‘qahru’ (memaksa).
Masuk
juga dalam dosa semacam ini kesyirikan kepada Alloh Ta’ala, yaitu kesyirikan
dalam asma dan shifat Alloh serta menjadikan adanya sesembahan lain bagi Alloh.
Dosa semacam ini
merupakan dosa yang paling besar tingkatanya di sisi Alloh Ta’ala. Barang siapa
yang terjatuh ke dalamnya maka ia telah menyelisihi Alloh dalam hal Rububiyah,
Mulk, dan ia telah menjadikan bagi-Nya ada tandingan. Ini merupakan a’dzamu
ad dzunub (dosa yang paling besar) yang tidak bermanfaat bagi pelakunya
amalan yang telah ia kerjakan.
Dosa Syaithaniyah adalah
dosa yang menyerupai perbuatan syaithan, seperti hasad, aniaya, menipu, dengki
atau dendam, munafiq, makar, perintah bermaksiat kepada Alloh, dan mencegah
dari ketaatan kepada-Nya, berbuat bid’ah dan menyeru kepadanya.
Dosa Sabu’iyah yaitu
dosa permusuhan, marah, menumpahkan darah (pembunuhan), dan dhalim terhadap
orang yang lemah. Termasuk juga di dalamnya seluruh perbuatan yang sifatnya menyakiti
orang lain.
Dosa Syaithaniyah yaitu
tamak dan rakus terhadap pemenuhan syahwat perut dan syahwat farji.
Contoh dari dosa semacam ini adalah dosa berzina, mencuri, memakan harta anak
yatim, bakhil, syukh (tamak
terhadap harta), hula’ (loba) dan lain sebagainya. Dosa semacam inilah
umumnya yang paling banyak di kerjakan oleh manusia. [[1]]
Pendosa Memiliki Tanda Khusus
Di Hari Kiamat
Seorang pendosa akan
memiliki tanda khusus di hari kiamat nanti. Hal ini sebagaimana di firmankan
oleh Alloh Ta’ala ;
يَوْمَ يُنْفَخُ
فِي الصُّورِ ۚ وَنَحْشُرُ
الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ زُرْقًا
“(yaitu) di hari (yang di waktu itu)
ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang
berdosa dalam
keadaan menjadi ‘zurqan’” (QS
: Thahaa : 102)
Mengenai makna ‘zurqan’ para ulama ahli tafsir
berbeda pendapat. Pertama mereka memaknakan dengan ‘menjadi buta
matanya’. Ini merupakan riwayat Abu Shalih dari Ibnu Abbas. Ibnu Qutaibah
mengatakan ; “Putihnya mata karena kebutaan, warna hitamnya telah hilang,.”. Kedua
di maknakan dengan ‘birunya mata karena dahaga yang sangat’, ini merupakan
pendapat Az Zuhriy. Dan yang di maksud di sini adalah Alloh Ta’ala menjadikan
buruk muka manusia yang berbuat dosa dengan menjadikan hitam mukanya dan biru
matanya. [[2]]
Oleh karenanya mereka langsung bisa di kenali nantinya di
akhirat. Alloh berfirman mengenai hal ini :
يُعْرَفُ
الْمُجْرِمُونَ بِسِيمَاهُمْ فَيُؤْخَذُ بِالنَّوَاصِي وَالْأَقْدَامِ
“Orang-orang yang berdosa dikenal dengan
tanda-tandannya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (QS : Ar Rahman : 41)
Begitulah keadaan mereka,
orang-orang yang berdosa. Hal ini sama dengan keadaan orang-orang Mukmin yang
mereka di kenal dengan ‘ghurrah’ (tanda putih) dan ‘tahjil’ (tanda
bekas wudhu) yang mereka miliki. [[3]]
Wallohu a’lam
[1].
Lihat Ad Da’u wa ad Dawa, Ibnul Qayyim al Jauziyah halaman 125-126 dengan
tahqiq ‘Ishamuddin As Shababutiy terbitan Darul Hadits-Cairo
[2].
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/322 Maktabah Syamilah
[3].
Perkataan Imam Syafi’I dalam Tafsirnya ketika mengomentari ayat ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar