
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah
beriman (dengan sempurna) salah seorang dari kalian hingga ia bisa mencintai
saudaranya (seiman) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR : Bukhari & Muslim)
Demikian
pula sebaliknya, kebencian terhadap orang kafir termasuk juga bagian dari
keimanan. Telah jelas kita dapatkan firman Alloh Ta’ala dalam masalah ini :
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ
رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ
اللَّهِ وَرِضْوَانًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang
bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Alloh dan keridhaan-Nya,.” (QS
: Al-Fath : 29)
Hal
tersebut di praktekkan oleh para sahabat, fenomena itu tampak sekali ketika
Rasululloh berhijrah dari Makkah ke Madinah, yang mana mereka menampakkan
kecintaan kepada saudara mereka seiman dan kebencian terhadap orang kafir.
Atas dasar
itulah para ulama mengatakan bahwa membantu orang kafir, rela atas kepemimpinan
mereka dan sepakat terhadap agama mereka (tidak mengkafirkan) termasuk salah
satu pembatal keislaman. Maka kita dapatkan banyak sekali ayat-ayat dan
hadits-hadits yang melarang kita dari perbuatan mempercayai mereka, membantu
mereka, serta menjadikan mereka sebagai pemimpin kita. Diantaranya adalah :
- Firman Alloh Ta’ala :
فَلَا تَكُونَنَّ ظَهِيرًا لِلْكَافِرِينَ
“,.janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi
orang-orang kafir,.” (QS : Al-Qashas
: 86)
Ibnu Katsir menerangkan ayat di atas ; “,.dan jika Alloh
memberikanmu (Muhammad) nikmat yang agung ini (Al-Qur’an) maka { janganlah sekali-kali kamu menjadi
penolong } yaitu
pembantu { bagi orang-orang
kafir }, maksudnya adalah
selisihilah dan tentanglah mereka.” [Tafsirul Qur’anil ‘Adzim 6/261 cet.
2 Dar Thoybah Lin Nasyr Wa Tauzi’]
Al Baghawi juga menjelaskan ayat ; {“,.janganlah sekali-kali kamu menjadi penolong bagi
orang-orang kafir,.”} “Maksudnya
adalah membantu mereka di atas agama mereka. Muqatil mengatakan ; Yang demikian
itu di sebabkan ketika (Nabi) di seru (oleh mereka) kepada agama nenek
moyangnya maka Alloh Ta’ala kemudian menyebutkan nikmat-nikmatnya serta
melarang beliau dari menolong mereka pada apa yang mereka berada di atasnya.” [Ma’alimu
Tanzil 6/227 dengan muhaqqiq Muhammad Abdullah, Sulaiman Muslim dan Utsman,
Dar
Thoybah Lin Nasyr Wa Tauzi’]
- Firman
Alloh Ta’ala :
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا
أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى
اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat
demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Alloh, kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Alloh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan
hanya kepada Alloh kembali(mu).” (QS
: Ali Imron : 28)
Tegas
sekali ayat di atas melarang kita dari mengambil orang-orang kafir menjadi
pemimpin. Ibnu Katsir menambahkan ; “,.Barang siapa yang melanggar larangan
Alloh dalam hal ini, sungguh ia telah berlepas diri dari Alloh,.sebagaimana
firman-Nya {”Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi
wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang
nyata bagi Alloh (untuk menyiksamu)?”
}.
[Tafsirul
Qur’anil ‘Adzim 2/30 cet. 2 Dar Thoybah Lin Nasyr Wa
Tauzi’]
- Firman Alloh Ta’ala ;
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ
أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS
: Al-Mujadilah : 22)
Alloh
kembali menegaskan dalam ayat ini bahwasanya termasuk dari sifat orang-orang
Mukmin tidaklah akan berkasih-sayang dengan orang-orang kafir, meskipun mereka
dari golongan keluarga sendiri.
Begitu
tegas Alloh membatasi pergaulan seorang Mukmin dengan orang-orang kafir meskipun
mereka dari kaum kerabat kita sendiri. Itu dalam masalah pergaulan, lantas
bagaimana jika dalam masalah i’tiqod (aqidah),.?
Kaedah “Barang Siapa
Tidak Mengkafirkan Maka Dia Kafir”
Imam As
Shabuni ketika beliau di minta untuk menulis satu risalah yang mencakup
pokok-pokok agama Islam dan aqidah yang di yakini oleh para ulama terdahulu
yang mereka menyeru kepadanya, dan mengkafirkan orang yang beraqidah selainnya
maka beliau menjelaskan ; “Bahwasanya Ahlus Sunnah mengkafirkan orang yang
tidak meyakini pokok-pokok aqidah para ulama terdahulu dan orang yang beraqidah
selain darinya.”
Bahkan Al
Qadhi ‘Iyadh menukil adanya ijma’ tentang kafirnya orang yang tidak
mengkafirkan orang kafir. [Muqarrar Madah Aqiidah ‘Am 1 hal 296 Al-Madinah
International University]
Maka kita
dapatkan kaidah diatas, yaitu barang siapa yang tidak mengkafirkan orang kafir
atau ia ragu-ragu dalam kekafiranya maka ia juga di hukumi kafir. Ini merupakan
kaidah yang telah di sepakati oleh Ahlus Sunnah dan merupakan perkara pokok
dalam aqidah Islam.
Namun
tampaknya perkara ini belum banyak di fahami oleh masyarakat di negeri ini.
Maka begitu banyak kita dapatkan banyak orang mengkampanyekan bahwa semua agama
itu baik, termasuk Nasrani, Yahudi, Hindu, Budha dan yang lainnya. Mereka
menyatakan agama-agama tersebut hakikatnya sama dengan agama Islam. Bahkan ada
yang sampai menghadiri perayaan-perayaan agama mereka dan menjadi pembicara dalam
perayaan tersebut sedangkan ia seorang Muslim,,.! Dan yang paling parah adalah
adanya seruan mengenai persamaan antara konsep trinitas dalam kristen dengan
Islam,..! Na’udzubillahi,..
Ini
merupakan buah pemikiran yang menyesatkan. Tidakkah ia mengetahui kaidah ini,
bahwa orang yang tidak meyakini bahwasanya mereka kafir maka ia juga kafir,.?
Barang
siapa yang meyakini bahwa semua agama itu benar dan baik serta tidak
mengkafirkan pemeluk agama selain agama Islam maka dia kafir. Faham seperti
inilah dapat mengoyak pondasi keislaman kita, maka menjadi kewajiban kita untuk
senantiasa memahamkan kepada masyarakat akan kaidah ini agar mereka tidak
terjebak dan hanyut mengikuti buah pemikiran yang menyesatkan tersebut.
Namun
Ingat, Hendaknya Berhati-hati Dalam Menerapkan Kaidah Ini
Perlu di
ingat bahwa yang di maksud dengan “orang kafir” dalam kaidah ini adalah orang-orang
yang sudah di tetapkan kafir oleh nas-nas dalam Al Qur’an dan Sunnah, seperti
Yahudi, Nasrani, orang-orang musyrik yang menyembah selain daripada Alloh serta
orang-orang yang tidak bersaksi bahwa Alloh adalah satu-satunya Rabb yang
berhak di sembah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Termasuk juga orang yang
jelas-jelas di katakan oleh Alloh kafir, seperti Abu Lahab, Fir’aun dan yang
lainya. Adapun orang yang tidak di tetapkan oleh nas-nas Al Qur’an dan Sunnah
secara qath’i sebagai orang kafir, maka kita tidak boleh bermudah-mudahan dalam
mengatakan bahwa ia kafir. [lihat Ushulul Aqidah 4/6 karya Abdur Rahim
Ibnu Shamayil Maktabah Syamilah]
terima kasih, atas informasinya gan
BalasHapus